CATATAN RINGKAS ADAT TUNGGU TUBANG
Adalah adat yang ada dan dikenal sebagai adat suku Semendo. Semendo terletak di Kabupaten Muara Enim, dengan kontur wilayah yang sangat tinggi dan dengan banyaknya perbukitan disekelilingnya membuat Semendo ini terkenal dengan daerah yang sangat dingin. Bahkan minyak sayur pun biasanya beku, jika pagi mau memasak maka harus dipanasknan dulu.
Jika malam hari cuaca dingin ini makin menjadi, sehingga orang-orang disini jika tidur selimutnya tidak cukup 1 lapis, karena rasa dingin yang menusuk tulang. Selimut orang Semendo dikenal dengan Saput. (Semacam ambal, Saput ini juga sebagai salah satu syarat tambahan mas kawin).
**
Semendo Darat
Semendo terbagi menjadi 2 wilayah yakni Semendo Darat terletak di Kabupaten Muara Enim. Sedangkan yang kedua yakni Semendo Ulu yang berada di kabupaten OKU.
Kali ini kita akan menceritakan tentang adat suku Semendo Darat, yang berada di Kabupaten Muara Enim. Ada 3 kecamatan semendo di wilayah muara enim. Kecamatan SDT (Semendo Darat Tengah) Kecamatan SDU (Semendo Darat Ulu) Kecamatan SDL (Semendo Darat Laut)
Masyarakat suku semendo terap menjaga ada istiadat yang turun temurun hingga sampai saat ini. Adat yang paling terkenal dari suku ini yakni Tunggu Tubang.
Dalam suku semendo, harta warisan turun kepada anak tertua perempuan. (Sebagai penerus adat Tunggu Tubang) harta warisan yang biasanya berupa sawah, rumah, kebun,mutlak menjadi hak milik dan hak urus anak perempuan yang tertua dalam keluarga. Namun tidak boleh diperjualbelikan. (Meskipun ada juga sidang keluarga yang di ketuai oleh Meraje yang dapat membagi sedikit harta warisan itu, namun ini sangat jarang terjadi).
Meraje, Kerbau, Saput Abang
Seorang anak tua perempuan yang akan dilamar oleh laki-laki calon suaminya, maka sang calon harus menyiapkan mas kawin dan permintaan dari keluarga, dan Meraje.
Permintaan tersebut berupa 1 ekor kerbau, Saput Abang, dan seperangkat perabotan rumah tangga seperti lemari, dipan, dan lain-lain, sebagai bentuk penghargaan terhadap seorang wanita.
Dan dengan demikian sang lelaki diberi keleluasaan untuk menempati rumah warisan dan mengelola sawah serta kebun warisan keluarga.
jika tidak ada anak perempuan, maka anak laki-laki tertua sebagai tunggu tubangnya (anak belai).
Jika tidak ada anak (penerus) maka akan diadakan musyarawah oleh Payung Jurai, Jenang Jurai dan Ahli Jurai untuk menetapkan Tunggu Tubang selanjutnya.
Karena putus keturunan, bisa anak ayuk atau anak adik. Namun tetap saja bagi anak perempuan yang akan menikah dengan seorang lelaki yang dijadikan tunggu tubang, maka si perempuan pun menyiapkan permintaan keluarga seperti hal nya diatas. Dan hal ini di sebut ‘Ngangkit’.
Baca Juga : Tragedi Pembunuhan di Diva Karaoke
Jika seorang anak perempuan tertua sudah menikah, maka semua kegiatan mengurus ‘Ruguk Kampung’ atau Jurai, atau keluarga terdekat, akan diserahkan kepada si Tunggu Tubang ini.
Contohnya, jika ada keluarga dekat yang melangsungkan persedakahan, baik itu pernikahan, atau persedekahan orang meninggal, maka si Tunggu Tubang ini ‘Wajib’ hadir, sejauh apapun tempatnya, selama masih bisa dijangkau kendaraan tentunya.
Dalam adat Semendo Ini, sangat terlihat tata kramanya baik dari sisi cara memanggil orang yang lebih tua sampai orang yang paling di hormati dari keluarga istri.
Baca Juga : Majelis PAC Pemuda Pancasila
Saudara laki-laki dari ibu si Tunggu Tubang, disebut Muanai, inilah yang disebut Meraje. Meraje adalah orang yang berkuasa atau yang dihormati dalam susunan keluarga. Istilah meraje bukan saja pada uwak, tapi mamang atau adik ibu juga disebut meraje. Namun yang punya kekuasaan tertinggi adalah Meraje atau kakak dari ibu sang Tunggu Tubang.
Dalam adat Semendo, dari memanggil atau juga bersikap terhadap mertua ataupun ipar laki-laki ada tatakramanya, sebutan mertua bagi adat suku ini yakni Beliauanyak, dan cara bercakap pun tidak boleh sembarangan, sang menantu tidak diperbolehkan duduk berdekatan dengan mertua, ada tempat khusus bagi sang menantu jika duduk berhadapan dengan mertua, yakni di pinggir atau diujung tempat.
Dan sebutan kata ganti engkau buat mertua adalah Engkuaye. Tidak boleh Kamu atau kalimat lainnya.
Sedangkan sebutan untuk ipar laki-laki adalah Lautan. Lautan adalah orang yang juga harus kita hormati, jika terjadi selisih paham jangan sampai main tangan, kalau sampai terjadi maka akan terkena denda adat, yakni memotong satu ekor kambing jantan.
Agama dan Adat
Semendo terkenal juga dengan ke fanatikan agamanya. Sangat jarang ditemukan anak suku Semendo yang tidak bisa mengaji, karena adat dan agama bagi mereka adalah dua hal yang sangat tabu untuk dilanggar, dan sudah sedari kecil mereka diperkenalkan dengan 2 hal tersebut.
Hebatnya lagi masyarakat Semendo sangat mengutamakan pendidikan formal bagi anak-anaknya, jadi tak heran kalau banyak orang Semendo ini yang sukses, atau menjadi Pejabat, menjadi Aparatur Negara, atau Tentara dan Polisi.
**
Bersambung
__
Lambang Adat Semende / Tunggu Tubang
-
Kujur : artinya Lurus dan Jujur
-
Guci : artinya Teguh Menyimpan Rahasia
-
Jale : artinya Bijaksana dan Menghimpun
-
Tebat : artinya Sabar
-
Kapak : artinya Adil
Selain itu ada juga tambahan yang tidak tercantum dalam logo, yakni;
Bakul : Betangkup artinya Teguh Menyimpan Rahasia
Nighu : artinya Tahu Membedakan Yang Baik dan Yang Buruk
Tudung : artinya Suka Menolong (Melindungi)
Kinjagh : berarti Rajin, Siap Kemana Saja Pergi
Piting : artinya Suka Menerima Tamu,
Tuku : artinya Pribadi Tepuji dan Runtung : artinya Tempat Rempah-Rempah.
Catatan ini dikutip dari berbagai sumber dan cerita-cerita langsung orang-orang tua di wilayah Semendo. Penulis bukan berasal dari suku ini, jadi masih memungkinkan ada kesalahan dalam penulisan dan penyebutan serta susunannya. Mohon di koreksi agar artikel ini dapat menambah wawasan bagi kita warga Sumatra Selatan.
(Rasman Ifhandi)