Keluhan Wajib Pajak yang Merasa Dibodohi Pegawai KPP Pratama Prabumulih

PRABUMULIH. Lembayungnews. Pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara untuk pembangunan. Uang pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak akan digunakan oleh pemerintah untuk membayar hutang negara beserta bunga dari hutang tersebut dan membuat hidup masyarakatnya sejahtera.

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijaksanaan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak dan penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

Pajak yang diterima oleh negara akan digunakan untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Namun sayangnya sumber pendapatan terbesar bagi negara ini sering dijadikan ajang memperkaya diri oleh para oknum pegawai pajak. Banyak kasus korupsi yang melibatkan para koruptor dari unit pemungut penerimaan negara ini.

Masih segar dalam ingatan kita bagaimana seorang PNS pada Dirjen Pajak Kemenkeu tersandung kasus mega korupsi yang melibatkan puluhan ‘orang besar’ pada medio tahun 2010 yang lalu.

Gayus Tambunan adalah Pegawai Ditjen pajak golongan III A yang terlibat dengan sejumlah kasus mafia pajak dan memiliki harta hingga puluhan miliar.

Kejahatan yang terbukti dilakukan Gayus saat itu adalah menyalahgunakan wewenang saat menangani keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) sehingga merugikan negara Rp 570,92 juta.

Lalu baru-baru ini kasus yang melibatkan pegawai pajak kembali terulang, pelakunya adalah Rafael Alun Trisambodo (RAT) menjabat sebagai Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Kanwil Jakarta Selatan II.

KPK menetapkan Rafael menjadi tersangka kasus gratifikasi terkait pemeriksaan pajak. Dia diduga menerima duit selama periode 2011-2023. Rafael diduga menerima uang sebanyak US$ 90 ribu atau setara Rp 1,34 miliar. Uang itu diduga diterima melalui perusahaan konsultan pajak miliknya, yakni PT Artha Mega Ekadhana.

KPK menduga duit itu diterima Rafael selama menjabat sebagai penyidik pegawai negeri sipil di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan. Dalam kasus ini, KPK juga menyita sejumlah barang mewah mili Rafael serta Safe Deposit Box dengan isi Rp 37 miliar.

Banyak publik bertanya bagaimana skema yang dilakukan oleh oknum pegawai pajak ini sehingga sering terjadi penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri sendiri.

Terkait banyaknya kasus penyelewengan yang terjadi, salah seorang pengusaha di Kota Prabumulih mengundang kami untuk menceritakan bagaimana keluarganya merasa terdzolimi oleh beberapa orang oknum pegawai pajak di KPP Pratama Prabumulih.

Kronologis Terjadinya Polemik yang Menimpa Keluarga AS

Bermula di tahun 2019 AS mendapatkan informasi dari pegawai pajak KPP Pratama Prabumuiih bahwa dirinya terkena pajak dari usahanya selama ini sebesar Rp 12 Miliar, padahal dari semenjak tahun 1980 dirinya aktif membayar pajak hingga sampai di tahun 2019 ada surat keterangan tentang denda kurang bayar mencapai Rp 12 Miliar tersebut.

Hal ini tentu membuat bukan saja AS tapi juga seluruh keluarganya serasa disambar petir di siang bolong. Tagihan Pajak yang luar biasa besar itu menurutnya tidak masuk akal serta banyak kejanggalan dalam pihak pegawai pajak menyampaikan dasar dari tagihan tersebut.

Sangat disayangkan setelah mendapat informasi nominal pajak beserta denda, sanksi administrasi dan lainnya itu, pihak KPP Pratama diduga tidak memberikan informasi kepada AS sebagai Wajib Pajak (WP) bahwa jika dirinya keberatan dengan nominal tagihan pajak tersebut dapat mengajukan surat keberatan sesuai perundangan yang berlaku.

Apabila wajib pajak yang menerima Surat Ketetapan Pajak dari Ditjen Pajak tidak menerima atas hasil Surat Ketetapan Pajak tersebut, maka wajib pajak dapat mengajukan keberatan pajak

Terbitnya Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar SKPKB dan STP

Seiring berjalannya waktu, berselang 6 bulan dari pemberitahuan itu, pada Desember 2019  AS mendapat tagihan pajak dengan terbitnya 57 produk hukum pajak berupa Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan atau Surat Tagihan Pajak (STP) dengan nominal pembayaran sebesar Rp 7 Miliar lebih.

Mendapati kenyataan itu, pihak keluarga AS yang dalam hal ini anaknya meminta solusi dari salah seseorang yang bekerja di KPP Pratama Prabumulih yakni BB. Saat itu BB menyanggupi dan menjanjikan dapat memberikan solusi atas permasalahan ini.

Disinilah skenario itu dimulai, pegawai pajak yang mestinya mengedukasi WP seakan malah mencari kesempatan dalam kesempitan atau memancing di air yang keruh dengan memanfaatkan ketidak fahaman AS tentang hak dan kewajiban WP sebagai pintu masuk untuk memeloroti AS.

Pertemuan dengan BB dan Penyerahan Uang yang Diminta

Setelah tempat pertemuan disepakati, Akhirnya merekapun bertemu di rumah makan Arjuna Kota Prabumulih. Selain As dan BB disana juga hadir beberapa anak-anak AS. Pertemuannya fokus mencari solusi terkait terbitnya 57 produk hukum pajak berupa SKPKB dan/atau STP pada tanggal 11 Desember 2019 sebesar Rp 7.142.204.915. Terakhir disepakati bahwa tagihan pajak bisa dibantu dengan syarat BB meminta fee sebesar 2,5 persen dari SKPKB atau STP dari wajib pajak. Biar urusan keringanan pajak ia yang mengatur dengan cara pengajuan surat permohonan pengampunan pajak.

Lalu setelah mendapatkan kesepakatan, pertemuan selanjutnya terjadi di rumah AS dengan dihadiri juga oleh JH, HL, BB dan L. Pada pertemuan itu pihak WP menyerahkan uang sebesar Rp 20 juta kepada BB dengan harapan dapat memberikan solusi terbaik atas kewajiban pajak yang sangat luar biasa besar ini.

Uang tersebut diberikan sebagai bentuk jasa pengurusan surat keberatan pajak dan meminta untuk dilakukan pengajuan pengurangan, penghapusan sanksi administrasi, denda, dan lain-lain.

Terbongkarnya Kelicikan BB

Setelah uang jasa tersebut diberikan selang beberapa hari AS dan anak-anaknya datang ke kantor KPP Pratama prabumulih dan sesuai instruksi dari BB, keluarga AS disuruh menghadap ke MRBJ selaku Kasi Pelayanan di KPP Pratama, di ruangannya tersebut MRJB menegaskan kembali tentang fee atau uang jasa sebesar 2,5 persen untuk jasa pembuatan surat pengajuan keberatan pajak.

Dari penjelasan MRJB pihak keluarga AS yakni JH mengetahui kalau surat pengajuan yang dijanjikan oleh BB itu ternyata belum dibuatkannya dan JH pun menanyakan perihal uang yang sudah diberikan. BB mengatakan kalau uang tersebut sudah disetorkan dan menunggu materainya.

Mengetahui hal itu L selaku konsultan pajak memberi solusi kepada JH seraya mengatakan bahwa memang BB itu sudah sering mengelabui WP dengan cara kotor tersebut. L pun menyebutkan nama F yang menurutnya dapat membantu menyelesaikan problem pajak yang semakin berlarut-larut dan menjadi ajang mencari untung dari butanya pengetahuan tentang pajak yang dialami oleh AS.

“Memang sifat BB seperti itu, sudah banyak mengelabui wajib pajak dengan cara yang kotor,” jelas L.

Kembali Diiming-imingi oleh Oknum Pegawai Pajak KPP Pratama Prabumulih

Selanjutnya pada tanggal 18 Februari 2020, JH diundang ke kantor KPP Pratama untuk konseling dengan Jurusita Pajak yakni P dengan didampingi L sebagai Konsultan. Keesokan harinya pada tanggal 19 Februari 2020 dilaksanakan tindakan aktif dengan diterbitkannya surat teguran.

Nah dalam proses ini L selaku Konsultan telah mendapatkan kesepakatan dari F untuk dapat membantu terlepas dari sanksi akibat kekurangan bayar pajak oleh WP dengan pengajuan kesepakatan F meminta fee 10% dari nominal hutang pajak sebesar Rp 7 Miliar lebih tersebut.

Lalu dilakukanlah pertemuan untuk melanjutkan kesepakatan yang disampaikan L, pertemuan terjadi di Rumah Makan Aheng di Jalan Padat Karya, dalam forum itu dihadiri oleh L, HL, JH dan F. Terjadi tawar menawar sehingga disepakati F akan diberikan 1% dari nominal pajak yang ada yakni Rp 7,1 Miliar. Saat itu F meminta DP sebesar Rp 20 juta dibayarkan secara Cash serta meminta asset sebagai jaminan pelunasan tunggakan pajak. Namun hari itu belum ada pembayaran dan penyerahan asset kepada F.

Pada tanggal 29 Februari F mempertanyakan perihal perjanjian yang telah mereka sepakati yakni pemberian uang Cash dan asset sebagai jaminan. Lalu JH meminta waktu sampai tanggal 04 Maret. JH bersama supirnya ke bank BNI mengambil uang untuk diserahkan kepada F, yang saat itu menyusul ke bank BNI mengambil uang yang dijanjikan.

Dengan mengendarai mobil Toyota Rush warna putih, F menghampiri JH dan menerima uang Cash sebesar Rp 20 juta di dalam kantong kresek warna hitam.

Penyerahan Asset Sebagai Jaminan ke Kantor KPP Pratama

Berselang beberapa hari AS mengajak anak-anaknya yakni HL. JH dengan didampingi konsultan pajak L menemui P dan F untuk menyerahkan asset berupa 2 lembar sertifikat tanah dan dua BPKP mobil. Penyerahan asset tersebut diketahui juga oleh Kepala KPP Pratama Hs dan Plt Kasi Penagihan H sebagai jaminan pelunasan tunggakan pajak.

Konseling ke DJP Kanwil Sumsel di Palembang Hingga Pemblokiran Rekening Bank Wajib Pajak

Pada akhir tahun 2022, AS mendapat surat panggilan Konseling ke kanwil DJP Sumatra Selatan (Sumsel) dan Kepulauan Bangka Belitung di Palembang. Saat itu pihak KPP Pratama Prabumulih melalui Kepala Seksi Penagihan, D meminta tolong kepada AS dan keluarga untuk merahasiakan perihal asset yang telah diserahkan sebagai jaminan.

Di kesempatan konseling yang dipimpin langsung oleh Kepala DJP Sumsel dan Kep Babel Rmd, dia menjanjikan akan menghapuskan sanksi administrasi dengan bunga yang diterbitkan dengan mengatakan itu kewenangan subjektif nya selaku Kepala Kanwil DJP dengan syarat AS sebagai WP segera melunasi tunggakan pokok pajak.

Mendengar itu HL mempertanyakan dasar hukum kewenangan Subjektif Kepala Kanwil DJP Sumsel serta menanyakan perihal asset yang sudah mereka serahkan sebagai jaminan.

Sehingga klimaksnya di tahun 2023 ini rekening AS sebagai pengusaha sembako ini diblokir oleh pihak DJP.

Melaporkan Oknum Pegawai Pajak ke Polisi dan Kejaksaan Negeri Prabumulih

Atas kejadian ini keluarga AS merasa sangat tertekan, apalagi sampai dua kali dibodohi oleh orang-orang pintar yang memanfaatkan ketidaktahuan mereka tentang hak dan kewajiban pajak hingga keluarga AS bersedia mengeluarkan sejumlah uang. Mereka seolah-olah menjadikan keluarga AS bak Sapi perahan.

“Mereka telah mendzolimi kami dengan mengiming-imingi dapat menyelesaikan permasalahan pajak pribadi kami,” ungkap HL dengan nada berat.

Keluarga AS tidak bermaksud menghindari kewajiban membayar pajak sebagai warga negara yang tentunya harus patuh pada peraturan dan undang-undang di negeri ini. Namun, mereka meminta agar ada solusi dari besarnya tagihan pajak yang diluar nalar berpikir dengan asset serta penjualan sembako yang mereka lakoni selama puluhan tahun mengumpulkan serupiah demi serupiah untuk membangun bisnis keluarga.

Penghitungan objek kena pajak atau apalah namanya mereka tidak paham itu, mestinya petugas yang berwenang memberikan edukasi serta arahan agar masyarakat juga paham bagaimana menghitung dan menyelesaikan sengketa pajak jika mungkin terjadi.

Yang menjadi pertanyaan keluarga AS adalah apakah sudah sesuai prosedur penarikan asset yang dilakukan oleh oknum pegawai KPP Pratama Prabumulih itu, dan asset tersebut saat ini disimpan di KPP Pratama. Apakah benar ada semacam setoran sejumlah uang untuk mengurus perihal asset di lembaga pajak ini.

Bukankah dalam peraturan penagihan pajak ada tahapan yang mesti ditempuh sebelum sampai ke tahap penyitaab dan penyimpanan asset wajib pajak? Ini tidak mereka lakukan terhadap keluarga AS.

Atas dasar keberatan itu, akhirnya keluarga AS melaporkan hal ini ke pihak yang berwajib. Laporan ke kepolisian dilakukan tahun 2022, dan ke Kejaksaan di bulan Maret 2023. Namun, sampai saat ini belum ada tindak lanjut atau progress dari laporan tersebut.

Menurut informasi yang didapat oleh keluarga AS, orang-orang yang disebutkan diatas saat ini sudah dimutasi dari KPP Pratama Prabumulih, ini menjadi pertanyaan bagi AS dan keluarga ada apa ini?.

Mungkin kata yang pantas untuk keluarga AS ini yakni “sudahlah jatuh tertimpa tangga pula” dapat tagihan pajak yang fantastis, dibodohi oleh oknum pegawai pajak yang memanfaatkan keadaan serta laporan yang belum mendapat tanggapan dari pihak yang berwajib. Saat ini nasib AS dan keluarga terkatung-katung menunggu mukjizat turun, atau keajaiban agar satu persatu permasalahan yang dihadapinya mendapat jalan keluar terbaik.

Tulisan ini bertujuan agar pihak berwajib dapat memberikan perhatian atas kasus yang menimpa keluarga AS,. Sebagai warga negara yang taat hukum tentunya AS dan Keluarga bisa mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya, dengan membiarkan masalah ini terjadi tanpa adanya kejelasan hukum, sama saja dengan memberi kesempatan bagi oknum pegawai pajak yang berjiwa koruptif mencari korban selanjutnya demi memperkaya diri dan kelompok mereka diatas penderitaan orang lain.

Harapan terbesar dari keluarga AS yakni terhadap oknum yang terlibat memakan uang haram dalam proses pengajuan keberatan pajak ini bisa dihadapkan ke meja hijau agar tidak ada lagi korban berjatuhan atas ulah segelintir orang yang serakah. (Raif)

Editor : Rasman Ifhandi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *