Selain efek samping fisik, pasien cuci darah juga bisa mengalami gangguan emosional, seperti: Rasa lemas dan cepat capek, Gelisah dan cemas menjelang cuci darah.
Dalam kondisi ini praktis terapi yang yang ideal adalah Hemodialisis (HD), upaya lain tidak akan banyak membantu, malah tidak ada tempat sebenarnya untuk pemberian obat-obatan penenang dan semacamnya.
PRABUMULIH. Lembayungnews. Mengenal sedikit tentang pelayanan Hemodialisa (HD) di Rumah Sakit atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan cuci darah.
Hemodialisa adalah perawatan yang dilakukan ketika ginjal berhenti bekerja dengan baik. Selama hemodialisa, mesin yang digunakan untuk perawatan akan mengeluarkan garam, udara, dan produk limbah lainnya dari aliran darah Anda.
Perawatan hemodialisa digunakan pada orang dengan kondisi gagal ginjal stadium akhir, yang merupakan tahap terakhir dari penyakit ginjal kronis. Perawatan ini juga dapat membantu mengontrol tekanan darah dan menyeimbangkan kadar vitamin dan mineral dalam tubuh.
Di kota Prabumulih ini ada dua Rumah Sakit yang melayani perawatan cuci darah atau Hemodialisa yang pertama di RS Pertamina dan kedua di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Prabumulih. Ruang hemodialisa RSUD yang diresmikan pada tahun 2017 lalu oleh Walikota Ridho Yahya ternyata tak cukup menampung pasien dengan gangguan ginjal akut ini.
Maka pada tahun 2023 akhir telah selesai dibangun ruangan baru untuk menampung pasien lebih banyak lagi. Menurut data yang kami dapat dari pihak RSUD bahwa sampai saat ini pasien hemodialisa ada sebanyak 60 orang.
Penjelasan Direktur RSUD Prabumulih dan Kepala Ruang Hemodialisa
Saat kami berbincang dengan Direktur RSUD drg. Sriwidiastuti di ruangannya dengan ditemani oleh kepala ruangan Hemodialisa Widiastuty SST dan beberapa rekan perawat yang bertugas di ruang hemodialisa. Direktur RSUD menjelaskan bahwa saat ini memang gedung Hemodialisa yang telah rampung pembangunannya pada akhir tahun 2023 yang lalu belum dipergunakan. Selasa 15/10/2024.
Dia mengatakan saat ini pihaknya tengah mempersiapkan para perawatnya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan dialisis dan Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) yang bilamana nanti saat gedung tersebut difungsikan semua sudah siap untuk melayani pasien.
Widiastuty sebagai kepala ruangan Hemodialisa menerangkan bahwa tahun ini ada dua kali pelatihan, tidak seperti tahun-tahun lalu yang hanya satu kali pelatihan dan pesertanya juga variatif kadang satu kadang dua orang yang diberangkatkan per-tahunnya.
“Alhamdulillah untuk tahun ini ada dua orang dan dua kali pelatihan dalam setahun. Kemarin kami berangkat di bulan Februari dan selesai bulan Juni, (Empat bulan, red). Setelah itu di bulan Agustus pun ada lagi pelatihan,” ungkap Widiastuty.
Dia juga menambahkan bahwa RSUD Prabumulih setiap tahunnya berproses, untuk terus mengirimkan perawatnya mengikuti pelatihan tersebut, karena memang kuota setiap tahunnya tidak banyak, juga semua rumah sakit di luar sana pun menginginkan perawatnya untuk ikut pelatihan.
Masih kata Widiastuty, tujuan dari pelatihan ini ialah agar para perawat di RSUD memahami seluruh proses untuk melakukan perawatan hemodialisis seperti pengetahuan dasar cara melayani pasien cuci darah ini.
“Pada pelatihan itu juga ditekankan pada perawat yang sudah magang di ruang hemodialisa jadi peserta tersebut tidak lagi buta dengan pengetahuan dasar pelayanan hemodialisa,” tuturnya.
Menurutnya, saat ini di RSUD Kota Prabumulih sudah ada 11 perawat hemodialisa dengan 8 perawat yang mengantongi sertifikat keahlian di bidang Dialisis. Masih ada empat perawat lagi yang rencananya pada bulan Januari ini akan diberangkatkan mengikuti pelatihan di Rumah Sakit Muhammad Husein (RSMH) Palembang.
Masih kata Widi panggilan akrabnya, “Menurut ketentuan dari BPJS dalam menangani pasien hemodialisa dalam empat mesin harus memiliki tiga sertifikat. Jadi bukannya setelah ada gedung baru lalu kita bisa memasukkan mesin perawatan, tetapi ada prosedur yang harus dipenuhi salah satunya yakni perawat yang memiliki kompetensi itu,” bebernya lagi.
Dia juga menambahkan bahwa peraturan dari BPJS itu untuk seluruh rumah sakit bukan cuma RSUD. Widi pun menjelaskan dalam merekrut perawat untuk dapat menangani pasien HD dia juga harus selektif karena perawatan cuci darah ini seumur hidup dan pasien bergantung dengan mesin, untuk banyak yang mengatakan kalau perawat HD itu, perawat pilihan.
Kendala yang Dihadapi Pihak RSUD dalam Melayani Pasien Cuci Darah
Terkait adanya kabar tentang witing list atau susah masuk untuk perawatan hemodialisa ini, Widi pun menjelaskan kepada kami kendalanya.
Saat ini di RSUD Prabumulih ada 10 mesin Dialiser yang di setujui oleh BPJS karena sertifikat kompetensinya masih kurang, dengan begitu menurut Widi, hanya dapat menangani 60 pasien cuci darah dan pasiennya hanya yang sudah terdata di RSUD saja tidak mudah untuk menambah pasien lagi.
“Pasiennya hanya yang itu-itu saja rutin dalam satu minggu dua kali perawatan. Jadi kami bisa masukkan pasien lagi, maaf, setelah ada pasien yang meninggal atau pindah,” jelas Widi dengan hati-hati.
Dalam sekali perawatan pasien HD ini bisa memakan waktu 5 jam, jadi menurutnya satu hari pihaknya dapat menangani maksimal dua pasien dalam satu mesin Dialiser sehingga pihaknya dapat merawat 20 pasien perhari. Untuk pagi dimulai dari jam 07.00 sedangkan untuk siang sampai sore hari dilakukan pada jam 13.00, jadi 60 pasien itu rutin bergantian dan tidak bisa disetop.
Karena kondisi keterbatasan mesin yang diakibatkan oleh harus memiliki sertifikat seperti ketentuan dari BPJS tersebut, maka terkadang pasien baru yang ingin melakukan cuci darah pun terpaksa diarahkan ke RSMH Palembang atau rumah sakit Ar Royan Inderalaya bukan karena belum dimanfaatkannya gedung yang baru dibangun tersebut.
Ucapan Terimakasih Salah Satu Pasien yang Paling Lama Menjalani Perawatan Hemodialisis
Salah satu pasien cuci darah yang paling lama menjalani perawatan di RSUD Alfa Agustinus, saat kami temui di ruang perawatan menjelaskan kalau dirinya sangat berterima kasih atas upaya semua perawat yang terus memberikan semangat kepadanya untuk terus dapat bertahan hidup dengan kondisi yang ada.
“Bagi kami perawat disini bukan cuma sebagai tenaga paramedis tetapi juga sebagai motivator. Mereka sering melakukan kegiatan-kegiatan buat para pasien sehingga kami juga merasa termotivasi untuk terus bertahan. Untuk itu kami ucapkan terima kasih,” ungkap Alfa dengan senyum kecil tersirat di wajah lelahnya.
Alfa juga menambahkan memang ada kendala yang dirasakan pasien saat ini yakni keterbatasan mesin dan perawat yang memang punya kompetensi untuk mengoperasikan mesin Dialiser ini.
“Itulah sebabnya kadang terjadi witing list karena peraturan dari BPJS yang mengharuskan perawat yang memegang mesin itu harus melalui pelatihan. Sementara pelatihan tersebut tidak setiap tahun dilakukan,” katanya lagi sembari kembali mengucapkan terima kasih kepada segenap perawat yang telah dengan sabar memberikan yang terbaik buatnya dan teman-teman lain yang tengah menjalani perawatan cuci darah.
Terlihat beberapa pasien yang tengah ditangani oleh para perawat dengan senyum ramah dan sikap sabar yang luar biasa saat kami menyambangi ruang hemodialisa siang ini.
Benar adanya pepatah mengatakan bahwa Sehat itu mahal, tapi lebih mahal lagi jika kita mengalami sakit, karena semua aktivitas kita dapat tertunda bahkan terhenti. Semoga mereka yang tengah dirawat saat ini, diberikan kesehatan oleh Allah yang maha memberikan kesembuhan dari segala penyakit yang diturunkan-Nya, Aamiin. (Raif)
Editor: Rasman Ifhandi