Pengamat: Debat Perdana Paslon Walikota Prabumulih, Jawaban Kandidat Hanya Normatif

PRABUMULIH. Lembayungnews.
Begini pendapat dan pandangan dari beberapa tokoh muda dan aktivis kota Prabumulih mengenai debat publik calon walikota Prabumulih yang digelar Minggu malam di Hotel South Sumatra, (27/10) yang sempat kami bincangi malam ini.

Andre Swantana memandang debat perdana ini tidak masih jauh dari substansi yang ada. Padahal debat itu sendiri merupakan bagian dari kampanye dimana para kandidat berkesempatan untuk memberikan pemahaman lebih rinci tentang visi dan misinya. Senin 28/10/2024.

“Debat itu kan bagian dari kampanye, saya menyoroti terkait materi. Mekanisme penyusunan materi itu mestinya berdasarkan dari aspirasi masyarakat kota Prabumulih. Kami patut bertanya, apakah KPUD mendapatkan materi itu dari berbagai elemen masyarakat seperti buruh, guru ngaji dan unsur masyarakat lainnya,” kata Andre.

Aan juga mengatakan bahwa KPUD itu kan mestinya merumuskan apa yang menjadi pertanyaan masyarakat kota ini. Dari berbagai masukan tersebut lalu dirumuskan dan disampaikan kepada kandidat berupa pertanyaan dengan bahasa yang ilmiah yang teruji, logis dan by data.

“Ya tentunya data yang diambil dari masyarakat kota Prabumulih, jangan dari luar kota. Artinya pembahasannya seputar Prabumulih kota kecil yang luasnya hanya 12 km² dengan mata pilih sebanyak 141 ribu dan jumlah penduduknya berkisar 200 ribu jiwa,” ungkap Andre.

Masih menurut Andre, apa yang dilihatnya dari debat semalam hanya normatif dan tidak ada yang greget, baik dari pertanyaan penyelenggara (KPUD) maupun jawaban dari para Paslon.

“Kalau hanya beropini dan masih mengandalkan membaca catatan, artinya penguasaan materinya kurang. Kita masyarakat Prabumulih ini mengharapkan seorang pemimpin yang memahami masalah yang setelah dilantik, besoknya sudah mulai berkerja,” tegasnya.

Ditambahkannya pula memang ada dari Paslon yang sudah menjurus ke persoalan yang ada di kota ini, tetapi sayangnya masih belum sampai kesana.

“Kalau substansinya menurut saya hanya tercapai 30 persen. Kedepan alangkah baiknya pertanyaan itu dapat mewakili apa yang menjadi opini dan harapan masyarakat Prabumulih,” jelasnya seraya menambahkan agar panelis diambil dari kota Prabumulih jangan dari luar kota. Karena logikanya kalau panelis dari kota Prabumulih tentu dia tahu permasalahan yang ada di kota ini.

Rudi Wooho, dengan lugas memberikan pandangannya terkait pelaksanaan debat yang baginya belum menyentuh persoalaan dasar yang dihadapi masyarakat kota ini.

Menurutnya debat perdana yang digelar oleh KPUD malam kemarin mengapa hanya mengangkat dua persoalan saja yakni tentang Sumber Daya Alam (SDA) dan pertumbuhan ekonomi.

“Apakah hanya dua materi itu saja yang menjadi permasalahan masyarakat kota ini?. Kalau kita berbicara soal SDA tetapi SDM-nya kurang, tidak akan jalan SDA-nya,” terang Rudi.

Rudi juga menganggap penyelenggara mestinya lebih teliti dalam merumuskan pertanyaan yang akan disampaikan pada paslon. Sehingga dengan pertanyaan tersebut dapat menggali potensi ketiga paslon ini.

“Kalau cuma saling lempar dari paslon satu ke paslon lain, akhirnya ketiga paslon ini jadi bingung menjawabnya. Harapan kita penyelenggara ini dapat mengedukasi dan memberitahukan ke publik tentang calon pemimpin yang paling tepat dengan diadakannya debat ini,” jelas pemilik rumah makan Lele Pak Jenggot ini.

Selain itu Rudi menyayangkan dengan debat semalam akhirnya masing-masing pendukung ketiga kandidat ini saling menghujat. Karena yang mereka tangkap debat semalam hanya normatif, hanya sebagai pelengkap dari rangkaian pilkada itu sendiri. Mestinya dengan adanya debat semalam juga dapat membuat pemilih salah satu paslon berpindah ke paslon yang lain karena dianggap menguasai masalah dan menyentuh apa yang menjadi harapannya.

Dia juga mengharapkan agar para paslon juga dapat mengeksplorasi permasalahan yang ada di kota ini lebih rinci agar para paslon dapat mengangkat isu-isu yang lebih relevan dan benar-benar terjadi di masyarakat kota ini, seperti persoalan pengangguran, peluang tenaga kerja dan lain sebagainya.

Dia juga menginginkan agar para kandidat ini mengangkat soal pembangunan di kota ini yang dianggap gagal dan sia-sia, seperti contoh proyek yang dinilai kurang optimal oleh warga antara lain pembangunan terminal, rumah susun sederhana sewa (Rusunawa), Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), pasar tradisional, dan gedung serbaguna.

Kemudian kata dia, pada debat semalam, beberapa warga yang menonton secara live program debat juga mencatat adanya calon yang terlihat membaca contekan saat menjawab pertanyaan. Hal ini dianggap mengurangi kesan spontanitas dan kepercayaan pada pemahaman kandidat terhadap masalah yang dibahas.

“Kami tentu berharap para calon bisa lebih memahami dan menguasai isu-isu tanpa harus membaca catatan. Ini memberikan kesan mereka benar-benar siap dan memahami kebutuhan masyarakat,” ujar Rudi saat menyaksikan acara live debat kandidat calon Walikota Prabumulih.

Akhirnya, Rudi dan Andre Swantana sependapat bahwa ketiga paslon yang ada saat ini memang harus menguasai persoalan yang memang riil terjadi di tengah-tengah masyarakat sehingga mereka akan punya formula jitu untuk dapat mengatasi permasalahan yang dirasakan oleh warga kota Prabumulih ini dan yang paling penting menjadi pemimpin itu bukan untuk coba-coba.

“Memimpin 200 ribu jiwa kok coba-coba,” pungkas Rudi diiringi tawa berderai dari rekan-rekan jurnalis yang sempat bergabung malam ini di sudut kota Prabumulih. (Raif)

Editor: Rasman Ifhandi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *